Nama Dipanegara diambil dari nama salah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia, yaitu Pangeran Dipanegara. Pemilihan
nama Pangeran Dipanegara atau lazim di sebut dengan Diponegoro didasarkan
atas kenyataan kesejarahan dari tokoh itu dalam sejarah perjuangan bangsa
untuk membebaskan bangsanya dari pemerintahan kolonial. Putra Indonesia ini
yang kelahiran di Yogyakarta pada tahun 1789 dikenal sebagai tokoh yang
senantiasa menentang usaha pemerintah kolonial Belanda dalam mencapuri urusan
kenegaraan kerajaan bumi putera (khususnya kesultanan Yogyakarta) dan
mengeksploitasi tenaga dan barang penduduk. Usaha untuk membendung tindakan
kolonial Belanda itu dapat dilakukan melalui perundingan, karena campur
tangan dan eksploitasi terus dilakukan. Keadaan itu, akhirnya melibatkan
kedua belah pihak dalam penyelesaian melalui tindakan kekerasan yang lazim
dikenal dengan nama Perang Dipanegara (1825-1830). perang ini juga sering
disebut dengan Perang Jawa, karena melibatkan banyak pihak dari luar
kesultanan Yogyakarta dan menjangkau wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Perang
ini sangat merisaukan pihak kolonial, karena bukan hanya menimbulkan kerugian
personal dan material, melainkan juga derajat keunggulannya mulai memudar.
Taktik, strategi, dan teknologi perang yang diterapkan berhasil diimbangi
oleh pihak lawan yang sebelumnya dipandang tidak mampu mengimbangi
kekuatannya. Keberhasilan pihak Dipanegara dalam perang ini jelas didukung
oleh kemampuan mentransfer pengetahuan dan teknologi perang yang lebih unggul
dari lawan. Kesungguhan dalam hal ini memberi hasil yang memuaskan, karena
pihak kolonial Belanda sebelumnya menempatkan dirinya sebagai kelompok
superior akhirnya harus menerima kesuperioran lawan. Dalam kedudukan ini,
Belanda merencanakan rencana penipuan. Keberhasilan Kolonel Cleerens untuk
mengajak Pangeran Dipanegara melakukan perundingan penyelesaian perang di
rumah kediaman Residen Kedu pada tanggal 28 Maret 1830 dimanfaatkan oleh
Jenderal De Kock untuk menangkap dan membawa tokoh itu. Ia selanjutnya
diasingkan ke Manado (berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda
tanggal 30 April 1830) dengan Korvet Pollux pada tanggal 3 Mei 1830. Ia
kemudian dipindahkan ke Makassar sebagai tempat pengasingan baru pada tahun
1834, karena dipandang pengawalan di Manado kurang memadai. ia ditempatkan
dalam satu ruangan di Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam). Di tempat
pengasingan inilah ia hidup sebagai tawanan, hingga akhir hayatnya. Ia
meninggal pada tanggal 8 Januari 1855 dan dimakamkan di Kota Makassar.
Perjuangan
yang dilakukan oleh Pangeran Dipanegara ini untuk memperjuangan dan
membebaskan penduduk dari tindakan kesewenangan pemerintah kolonial Belanda
telah mendasari pertimbangan Pemerintah Republik Indonesia menetapkan dan
memberikan predikat sebagai Tokoh Pahlawan Nasional Indonesia untuk daerah
Sulawesi Selatan.
Penganugrahan
predikat itu bukan hanya sekedar mengingatkan dan mengenang Pangerang
Dipanegara, melainkan juga untuk menyimak makna yang terkandung dalam
perjuangannya yang mengisyaratkan pesan bagi kita seluruh warga negara untuk
berjuang membebaskan diri dari eksploitasi bangsa asing. Kita harus
mentransfer pengetahuan dan teknologi yang lebih unggul agar dapat
diunggulkan dan tidak dijadikan sebagai objek oleh bangsa lain. Dalam kaitan
inilah yayasan pendidikan ini diberi nama Yayasan Pendidikan Dipanegara.
|
Sekilas
Perkembangan STMIK Dipanegara
Sekolah
Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Dipanegara Makassar adalah
salah satu perguruan tinggi swasta dalam lingkup Kopertis Wilayah IX Sulawesi
yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran sejak tahun 1994/1995
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 057/D/O/1994
tertanggal 7 Juli 1994 dengan status terdaftar Jurusan Manajemen Informatika
dan Jurusan Teknik Informatika, jenjang pendidikan Strata Satu (S1).
Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
038/DIKTI/Kep/1996 tertanggal 21 Juni 1996 STMIK Dipanegara memperoleh lagi
status terdaftar untuk Jurusan Manajemen Informatika, jenjang pendidikan
Diploma Tiga (D3). Tahun 2003 STMIK Dipanegara mendapatkan Status Terakreditasi
untuk semua Jurusan.
Yayasan
Pendidikan Dipanegara sebelumnya telah terdaftar dengan Akte Notaris dari Ny.
Pudji Redjeki Irawati, S.H. Nomor 62 Tahun 1990 tertanggal 7 Pebruari 1990 dan
terdaftar di Pengadilan Negeri Kelas I Makassar dengan Nomor 119/1990/FC
tertanggal 16 Agustus 1990.
Data
statistik sementara: STMIK Dipanegara Makassar sejak tahun ajaran 1994/1995
sampai dengan tahun ajaran 2001/ 2002 telah memiliki jumlah mahasiswa sebanyak
8309. Sampai pada Wisuda ke VIII tanggal 8 Juli 2003, STMIK Dipanegara Makassar
telah melepas alumni sebanyak 2389 orang. Sedang jumlah pengajar sampai dengan
tahun ajaran 2001/2002, jumlah dosen tetap sebanyak 19 orang, jumlah pegawai
negeri yang dipekerjakan sebanyak 1 orang, jumlah dosen luar biasa dari PTN
sebanyak 87 orang, dan dari instansi swasta/PTS sebanyak 216 orang. Di bagian
Administrasi: tenaga adminitrasi tetap sebanyak 20 orang, dengan rincian tenaga
administrasi tetap 12 orang, perpustakaan 4 orang, teknisi 3 orang, dan laboran
1 orang.
Untuk
meningkatkan kualitas dari pengajar/dosen tetap STMIK Dipanegara, Yayasan
Pendidikan Dipanegara sampai dengan tahun ajaran 2000/2001 telah
memberangkatkan 6 orang untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan Strata
Dua (S2), di mana 3 orang melanjutkan studi S2 di Universitas Gunadarma Jakarta
dan 3 orang lagi di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Awal Tahun 2002 mereka
telah menyelesaikan studinya.
0 Comments: